Islam Di Bagian Timur Sudan
Islam memasuki wilayah timur Sudan melalui dua arah : di utara, dari Mesir dan menyusuri
daerah sungai Nil serta dari arah timur melalui laut merah dari Arab. Setelah beberapa abad
setelah Islam untuk pertama sekali memasuki Mesir, kira-kira tahun 643 setelah masehi, tetapi
tidak membuat kemajuan apa-apa ke daerah selatan, karena rute tersebut telah dikuasai oleh
sejumlah kerajaan-kerajaan Nubia yang menganuut agama Kristen. Mereka menghalangi tentaratentara
Arab dan pengganggu-pengganggu lainnya, seperti orang Arab “pemburu emas” pada
abad ke Sembilan ke bukit-bukit yang ada di sekitar laut merah, hingga abad ke empat belas.
Pada masa itu, para kelompok nomaden Arab menerobos halangan orang-orang Nubia dan
membuat suatu terobosan. Ini adalah merupakan suatu pergerakan yang lamban, yaitu melalui
percampuran dan percampuran ulang unsur-unsur yang masih bersifat nomaden dengan petanipetani
yang berdiam secara menetap, yaitu proses Arabisasi yang maju secara perlahan-lahan
menuju ke hulu sungai Nil. Pada saat jatuhnya kota Alwa, dekat Khartoum kira-kira tahun 1500,
Islam mulai menyebar secara luas ke daerah yang sekarang dikenal sebagai Republik Sudan,
yang dibantu oleh para guru-guru dan misionaris yang datang dari Irak dan berbagai daerah di
Arab. Seperti yang terjadi di beberapa daerah yang terdapat di Congo dan Afrika Timur pada
abad ke Sembilan belas, banyak dari antara guru-guru yang dengan sendirinya merupakan
Muslim penganut ilmu kebatinan (sufis) yang menjadi pengikut organisasi-organisasi aliran
kebatinan Islam tertentu (tariqas, seperti Qadiriya dan Shadhiliya). Kemajuan Islam dengan
bantuan orang-orang seperti itu terjadi selama beberapa abad, tetapi pada tahun 1900 sebagian
besar masyarakat yang tinggal di bagian wilayah Timur Sudan telah menjadi Muslim.
Setelah Ottoman Turkish menaklukan Mesir pada tahun 1517, Sultan Selim I mencoba
menaklukan pengadilan yang sangat ketat atas daerah lembah di hulu sungai Nil. Untuk daerah
perbatasan yang terletak antara Sudan dan Mesir dia mengirimkan pasukan tentara Turki Balkan,
yang kemudian mendiami dan menikah dengan masyarakat setempat. Tidak lama setelah itu,
suatu Negara baru yang dihuni orang-orang Muslim Sudan segera berdiri di daerah ini, yaitu
kerajaan Senar. Walaupun kerajaan tersebut telah dikalahkan oleh pasukan Balkan dan bergerak
kea rah selatan, tetapi kerajaan tersebut tetap bertahan hingga permulaan abad ke Sembilan belas.
Sebagaimana di Negara-negara yang dihuni oleh orang-orang Sudan lainnya yang ada
sebelumnya, maka masyarakat Sennar juga menerima dengan baik para pendatang dan guru-guru
Muslim. Dalam kondisi yang menguntungkan seperti itu maka Islam menyebar kearah barat
yakni ke daerah-daerah antara sungnai Nil dan Danau Chad, ke kerajaaan-kerajaaan seperti
Darfur dan Wadai, dan juga ke bagian hulu dan hilir sungai Nil yang dapat dilayari, yaitu ke
bagian-bagian Nil Putih dan Nil Biru.
Selama abad ke Sembilan belas, episode terutama sejarah orang-orang Sudan lebih banyak
berbicara mengenai invasi orang-orang Mesir, yang digerakan oleh Muhammad „Ali pasha pada
tahun 1820, yang memerintah Mesir saat itu, dan kemudian dilanjutkan pendudukan orang-orang
Anglo-Mesir. Secara bersamaan perampasan budak-budak dan gading berkembang hingga
dimensi-dimensi yang lebih besar. Pada saat perbudakan dan perusakan telah menjadi suatu hal
yang umum, kira-kira tahun 1880, maka dislokasi sosial ekonomi Sudan telah terjadi hampir
seluruhnya. Masyarakat yang mencari perubahan politik dan socsal yang radikal, yang
mendambakan kejayaan selama-lamanya, yaitu „Mahdi‟ orang-orang Sudan (Mesiah).
Pergerakan yang terkenal ini (1881 – 1898) secara perlahan-lahan telah berhasil mengusir orangorang
Inggris dan Mesir dari daerah ini tetapi hanya sedikit mengurangi kemiskinan orang-orang
nomadaen, petani dan penduduk urban. Kekuasaan kolonial berkuasa lagi dan mendirikan suatu
rejim baru, yang berakhir pada pertengahan tahun 1950. Maasa ini memperlihatkan pertumbuhan
rasa nasionalsme dan ajaran-ajaran Agama yang agung (organisasi-organisasi sufi seperti
Mirghaniya) dan juga terjadinya kebangkitan Mahdiya, yaitu suatu ikatan persaudaraan yang
seasal dengan Mahdi, yaitu organisasi aliran kebatinan yang telah dimodifikasi dengan sebagian
kecil kepentingan-kepentingan politik. Setelah kemerdekaan masyarakat Sudan pada tahun 1953,
maka sebagian dari ordo-ordo sufi ini berkembang menjadi cikal bakal partai-partai politik
0 komentar:
Posting Komentar