Perlawanan Palestina Atas Israel “Jihad atau Terorisme”
Sebenarnya, gerakan rakyat Palestina dalam rangka membebaskan diri
dari bentuk penindasan, ketidakadilan, terorisme, atau imperealisme yang
secara langsung dilakukan oleh kaum Yahudi atau bangsa Israel adalah bukan
hal yang baru. Jauh sebelum Islam datang, khususnya setelah bangsa Israel
diusir dari tanah Mesir yang kemudian eksodus dan memilih wilayah Palestina
sebagai tempat pengungsian, sejak saat itulah rakyat Palestina mengadakan
perlawanan akibat terusik ketenangannya. Untuk mengetahui akar permasalahan mengapa khususnya rakyat Palestina mengadakan perlawanan
terhadap kaum Yahudi tampaknya perlu diungkapkan siapa kaum Yahudi atau
bangsa Israel itu? Bagaimana karakternya? Dan, wajarkah apabila perlawanan
diarahkan kepada bangsa Israel?
Dalam catatan sejarah disebutkan, bahwa bangsa Israel pada dasarnya
adalah bangsa nomad yang hidup di padang pasir, selalu berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat lain dengan membawa ternak, onta, dan binatangbinatang
peliharaannya guna mencari tempat pengembalaan, air, dan rumput.
Sementara itu, bani Israel atau Hebrew (orang-orang Ibrani) diambil dari nama
keturunan Ibrahim.47 Orang-orang Hebrew tersebut berasal dari ras Smith,
disamping orang-orang Suriah dan Arab juga dinisbatkan kepadanya. Jadi,
negeri-negeri Arab Tengah dan Utara adalah tanah orang-orang Smith.
Selanjutnya, sekelompok orang dari mereka, yang kemudian disebut bani
Israel, pergi dan berpindah meninggalkan negeri menuju ke arah utara, yaitu
ke Mesopotamia, yang pada waktu itu kekuasaan berada di tangan orangorang
Sumeria dan Akkadia. Sampai beberapa waktu orang-orang Hebrew
tinggal di sana dan menikmati gemerlapnya peradaban Babilonia.48
Selanjutnya, mereka masuk ke Palestina dengan dipimpin oleh Ibrahim
yang tinggal di Kildania, putra seorang pembuat patung (berhala). Ibrahim
berhijrah bersama istrinya, Sarah, dan Luth, keponakannya, serta beberapa
kerabat dan budak dari Kildania untuk menghindari perlakuan buruk dari
penduduk di sana. Mereka menuju ke arah Utara hingga mencapai daerah
Armania, kemudian berjalan lagi menuju arah Selatan hingga masuk ke negeri
Kan‘an. Ibrahim mengakhiri pengembaraannya di tempat itu, dan menikmati
ketentraman, kedamaian, dan kebaikan yang ada di sana.49
Suatu saat, negeri Kan‘an dilanda kekeringan, sehingga tidak
mencukupi kebutuhan Ibrahim, kaumnya, dan ternak-ternak mereka. Pergilah
Ibrahim dan keumnya ke arah selatan, menuju Mesir yang tanahnya subur dan banyak tanaman. Ibrahim pun tinggal di Mesir beberapa waktu lamanya, dan
untuk beberapa saat menikmati kejayaan Raja Fir‘aun, hingga bertambahlah
kekayaan dan ternaknya. Fir‘aun tidak membiarkan Ibrahim dan kaumnya
tinggal di Mesir lebih lama, sehingga dia kembali ke negeri Kan‘an bersama
seluruh harta kekayaannya dan ternaknya, termasuk bersama pula dengan
Hajar, yaitu seorang budak perempuan Mesir yang dihadiahkan Fir‘aun
kepada Sarah. Sesampainya di negeri Kan‘an lagi, Ibrahim menikah dengan
Hajar atas permintaan Sarah, dan dikarunia seorang anak laki-laki, yaitu
Ismail. Kira-kira 14 tahun kelahiran Ismail, Sarah Istri Ibrahim melahirkan
anak, yaitu Ishak. Kemudian Ibrahim wafat dan meninggalkan anaknya,
Ismail, di Hijaz, sedangkan Ishak ditinggalkan di Kan‘an.50
Ishak dikaruniai dua orang anak, yaitu Eso dan Ya‘qub. Ya‘qub
disebut juga dengan Israel dan kepadanyalah bangsa Israel menisbatkan
dirinya. Ya‘qub menikah dengan dua orang anak pamannya, Lea dan Rahel,
disamping juga menikah dengan budaknya Lea, yaitu Zilfa dan budaknya
Rahel, yaitu Belha. Secara berurutan, dengan Lea dikaruniai 6 anak, yaitu
Robbin, Syam‘un, Lawe, Yahuda, Yassakir, dan Zabolon. Dengan Rahel
dikaruniai 2 anak, yaitu Yusuf dan Benyamin. Dengan Zilfa dikaruniai 2 anak,
yaitu Gad dan Asyer. Dengan Belha dikaruniai 2 anak, yaitu Dan dan
Naftali.51
Diceritakan, bahwa ternyata kecintaan dan kasih sayang Ya‘qub secara
berlebihan diberikan kepada Yusuf dan Benyamin. Saudara-saudara yang
lainnya pun cemburu, dan mereka berencana membuat makar untuk
menghabisi Yusuf dengan mengajaknya pergi bersama mereka mengembala
ternak. Yusuf lalu dibuang ke dalam sumur yang dalam, dan mereka pulang ke
Ya‘qub dengan berpura-pura menangis. Beberapa saat kemudian, lewatlah
sebuah kafilah yang secara kebetulan mengambil air di sumur tersebut. Yusuf
pun ikut terangkat, lalu dibawalah dia. Sesampainya kafilah tersebut di Mesir,
Yusuf pun dijual kepada kepala keamanan Mesir untuk dikerjakan. Dalam perjalanannya ditunjuklah Yusuf oleh raja Fir‘aun (Fotivar) untuk menduduki
posisi kepala urusan logistik. Posisi dan kedudukan Yusuf inilah yang telah
mendorong Ya‘qub dan anak-anaknya hijrah ke Mesir untuk menghindari
bencana kelaparan yang melanda negeri mereka, seperti yang pernah terjadi
pada Ibrahim sebelumnya.52
Di Mesir pertumbuhan dan perkembangan bangsa Israel semakin pesat.
Mereka hidup enak di Mesir, dan mendapatkan ketentraman dalam
menjalankan aktivitas kehidupannya. Namun, dijelaskan bahwa watak bangsa
Israel yang bersifat individualistis dan perasaan keterasingan, menyebabkan
mereka tidak dapat bekerja sama dengan orang-orang sekitarnya, atau
berinteraksi dengan penduduk asli setempat, termasuk dengan masyarakat
Mesir. Terbukti, penduduk Mesir kemudian mengetahui bahwa bangsa Israel
berencana membuat makar. Ketika Mesir dilanda bencana dan Musibah,
bangsa Israel justru memanfaatkan keadaan ini untuk melemahkan kekuatan
perekonomian rakyat Mesir dan menghilangkan rasa persaudaraan di kalangan
bangsa Mesir. Mereka ingin menduduki kekuasaan atas orang Mesir, baik
melalui tekanan ekonomi, maupun melalui agama dan keyakinan. Untuk
selanjutnya, bangsa Israel pun terusir dari bumi Mesir pada masa
kepemimpinan Musa.53
Dalam kenyataannya, dikarenakan karakter yang dimiliki bangsa
Israel, mereka sebenarnya ketika di Mesir mengenggap Musa bukan sebagai
rasul utusan Tuhan, tetapi memandang Musa tidak lebih sebagai seorang
pemimpin dan panglima, yang darinya dapat membebaskan orang-orang Israel
dari perbudakan orang-orang Mesir. Setelah diselamatkan, mereka malah
menganggap Musa sebagai orang yang telah ikut menghilangkan kenikmatan
duniawi yang mereka dapatkan di Mesir, dan Musa pulalah yang
membawanya pada kehidupan pengembaraan di padang pasir.54
Setelah Musa meninggal, kepemimpinan bangsa Israel dipegang oleh
Yusa‘ ibn Nun. Yusa adalah salah seorang yang setia kepada Musa, dan Musa pun telah memilihnya untuk memimpin bangsa Israel sebelum wafatnya.
Selanjutnya, Yusa‘ dan para pengikutnya meneruskan perjalanan menuju ke
arah utara, timur sungai Yordania. Mereka dapat menyebrangi sungai
Yordania dan akhirnya masuk ke Palestina.55
Di tanah Palestina ini, bangsa Israel berkuasa melewati beberapa
periode, yaitu masa kekuasaan para hakim, masa kekuasaan para raja, dan
masa perpecahan yang pada akhirnya melenyapkan kekuasaan bangsa Israel
dari bumi Palestina. Diceritakan, bahwa kerajaan Israel jatuh ke tangan Sargon
II, yaitu raja Assyria. Pada tahun 608 SM, penguasaan atas kerajaan Israel
berpindah ke tangan Fir‘aun dari mesir. Setelah itu, penguasaan atas Israel
pindah lagi ke tangan Nabukadnezar, raja Babilonia. Akhirnya, tamatlah
riwayat kerajaan Yahudi di Palestina. Pada tahun 135 M, Romawi dapat
kembali menghancurkan Yerusalem dan memusnahkan apa saja yang ada di
Yerusalem, tak ketinggalan sisa-sisa orang Yahudi pun dihabisi dengan cara
dibunuh. Namun, sebagian mereka ada yang dapat melarikan diri, baik ke
Mesir, ke arah Utara Afrika, Sepanyol, serta Eropa.56
Dengan demikian, tahun 135 M merupakan tahun tamatnya riwayat
kehidupan Yahudi di Palestina. Mereka mengerti dan memahami sepenuhnya
bahwa tidak ada tempat yang layak lagi baginya untuk tinggal di negeri ini.
Mereka pun berniat mengembara di muka bumi, yaitu tinggal di berbagai
tempat, tidak menetap dan selalu berpindah-pindah seperti pada awal-awal
kehidupan mereka. Dalam masa pengembaraan yang panjang itulah, banyak
dari mereka yang akhirnya mendiami beberapa kawasan Eropa, sebagaimana
pula mereka mendiami Mesir, Afrika Utara, Yaman, dan lain sebagainya.
Masa-masa inilah yang sangat berpengaruh terhadap watak karakteristik dan
tingkah laku bangsa Yahudi.57
Mereka pada awalnya memandang bahwa Palestina merupakan tanah
airnya, tetapi kini mereka kehilangan tanah air itu.
Dahulu, mereka adalah satu
umat yang bersatu dan menyatu, namun kini umat itu terpecah pecah dan tersebar di berbagai tempat. Orang-orang Yahudi hidup di antara umat dan
bangsa-bangsa lain, tetapi meskipun demikian tetap saja hinggap pada dirinya
perasaan keterasingan, yang menjadi ciri utama karakteristik mereka. Mereka
menjadi tamu-tamu di negeri orang, tetapi tamu yang bertindak kurang ajar.
Bagaimana mungkin seorang tamu menganggap dirinya sebagai ras dan jenis
yang lebih baik dari tuan rumahnya, dan anehnya, lebih mengutamakan
dirinya sendiri daripada tuan rumahnya.58
Bahkan, dikatakan bahwa mereka begitu yakin bahwa bangsa Yahudi
adalah bangsa yang terkasih dihadapan Tuhan. Mereka demikian yakinnya
bahwa Tuhan selalu memberikan perhatian khusus kepadanya. Mereka
mengatakan, kalau sekiranya bukan karena campur tangan dan kasih Tuhan,
niscaya kami sejak dahulu sudah binasa. Demikianlah keyakinan mereka.
Mereka menganggap bahwa Tuhan merekalah satu-satunya Tuhan Yang
Mahakasih dan Mahahebat dan hanya agama dan bangsa Yahudilah yang
paling dikasihi tuhan. Keyakinan ini muncul setelah terjadinya eksodus dari
wilayah Mesir di bawah penindasan Fir‘aun.59
Orang Yahudi selalu iri hati serta membencinya kepada siapa saja yang
memiliki tanah air dan tempat tinggal. Demikianlah, orang-orang Yahudi lalu
menjadi musuh setiap negeri dan tanah air. Masyarakat Yahudi selalu menjadi
sumber dan sebab timbulnya penghianatanan dan persengkataan serta
permusuhan yang ditujukan kepada setiap negeri tempat mereka tinggal. Oleh
karena itu, wajar apabila mereka dibantai oleh Hitler, misalnya, dikarenakan
dia telah menghitung beberapa bentuk penghianatan orang Yahudi terhadap
Jerman. Hitler menyebutkan, diantaranya adalah menggunakan harta dan
kekayaan masyarakat dengan cara manipulasi dan riba, merusak pendidikan
dan pengajaran, menguasai bank, bursa, dan kamar-kamar dagang untuk
kepentingan mereka, menguasai fungsi dan peran media, melakukan intervensi dalam politik negara bukan untuk kepentingan negara itu sendiri, serta
puncaknya adalah spionase (memata-matai) Jerman.60
Pada awal-awal Islam, misalnya, di Madinah keberadaan kaum Yahudi
adalah menjadi salah satu problem. Pada awalnya, oleh Nabi Muhammad,
kaum Yahudi diperlakukan sebagaimana masyarakat Arab pada umumnya.
Muhammad berupaya untuk berbuat baik terhadap kaum Yahudi dan
menjadikan dirinya agar diterima sebagai Nabi. Bahkan, untuk menyenangkan
kaum Yahudi dan Kristen, Nabi Muhammad pada mulanya meminta umatnya
untuk shalat ke arah Yerusalem dan puasa ‘Asyura sebagai hari penebusan
dosa Yahudi. Namun, kaum Yahudi tidak pernah bersikap baik terhadap Nabi,
dan upaya beliau membujuk mereka akhirnya gagal.61
Kehidupan Yahudi di Rusia adalah contoh lain yang paling jelas. Di
Rusia, pada awal abad ke 19 terdapat lebih dari setengah jumlah Yahudi di
seluruh dunia. Mereka hidup di sana sebagai parasit atau benalu, serta
menghianati dan mengingkari hukum dan undang-undang. Orang-orang
Yahudi yang miskin, membuka kedai-kedai dan memperdagangkan arak,
sementara yang kaya bekerja dengan cara riba dan penipuan yang keji. Para
pedagang membuat tipu muslihat untuk mengelabui perdagangan bangsabangsa
lain, sementara para pekerjanya menetapkan dan menerima dengan
upah kecil sehingga menimbulkan kegelisahan dan protes pekerja-pekerja
lain.62
Jadi, itulah karakter bangsa Yahudi, di mana mereka tinggal di sanalah
mereka menjadi benalu. Kini, perlakuan yang tidak manusiawi pun dilakukan
kembali terhadap bangsa Palestina. Dengan mendeklarasikan berdirinya
negara Israel, mereka mencoba kembali ke Palestina dan mengumpulkan
kembali bangsa ini yang telah tercerai berai. Mereka berkeyakinan, bahwa
sebenarnya negeri Palestinalah wilayah yang cocok buat mereka, yaitu suatu
wilayah yang dijanjikan.
Namun, mereka tidak bisa menghilangkan karakter yang telah disandangnya dari generasi ke generasi. Kedatangan bangsa Yahudi
ini telah mengusik ketenangan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa
Palestina.
Tercatat pada 14 Mei 1948, diumumkanlah secara resmi berdirinya
negara Israel dengan berpijak pada legitimasi resolusi PBB No. 181. Beberapa
saat dari pengumumam itu, pemerintah AS menyatakan pengakuannya
terhadap negara Israel, yang kemudian disusul pengakuan dari Uni Soviet.
Dengan demikian, sejak saat itu pula, mendungnya awan Timur Tengah
berawal, negara Arab serta merta menolak resolusi PBB tersebut. Hal itu pula
yang menyebabkan meletusnya perang Arab-Israel. Yang memprihatinkan,
pasca perang 1948, nasib rakyat Palestina justru semakin buruk.63
Setelah deklarasi negara Israel, rakyat Palestina semakin tidak tenang.
Rakyat Palestina mengungkapkan, bahwa kami dahulu memiliki rumah, kebun
yang indah, dan pabrik-pabrik milik ayah dan nenek moyang kami. Semua itu
membentang dari Sungai Jordan sampai ke Laut Tengah. Sekarang, setelah
negara Israel berdiri kami dipindahkan ke tempat terpencil yang jauh dari
kehidupan manusia. Ribuan imigran Yahudi datang menduduki daratan kami,
mengusir penduduk asli ke negara tetangga (Libanon, Syria, dan Yordania).
Lalu, mereka membangun perkampungan di pinggiran sebelah timur dan
sebelah selatan Palestina (Tepi Barat dan Jalur Gaza). Tahun 1948, rumah,
kebun, tanah pertanian, dan pabrik-pabrik kami di rampas, dan tanah rampasan
itu kemudian mereka sebut sebagai negara Israel. Tahun 1967, pasukan Israel
menyerbu Tepi Barat dan Jalur Gaza, dua tempat pertahanan terakhir rakyat
Palestina. Sejak itu, rakyat Palestina selalu ditekan oleh pasukan militer
Israel.64
Sejak tahun 1948 pula, negeri Palestina telah berubah menjadi negeri
jajahan Israel. Bagi kaum muslim Palestina, hidup di sana bagaikan hidup di
dalam penjara. Perlakuan biadab Yahudi dari mulai pemukulan, penembakan hingga pembantaian sadis mudah didapati di jalan-jalan. Pemerintah Israel
sejak awal berdirinya, telah melakukan westernisasi terhadap bangsa
Palestina. Nilai-nilai materialisme Barat yang dibawa dari hasil diaspora
mereka tidak sesuai dengan nilai-nilai spiritual keagamaan asli milik bangsa
Palestina. Oleh karena itu, wajar apabila terjadi antagonisme (pertikaian)
antara kedua belah pihak.65
Perlawanan demi perlawanan terus dilakukan oleh bangsa Palestina
untuk meraih kembali hak-hak mereka yang dirampas penjajah Israel.
Bermacam cara telah ditempuh, baik melalui perlawanan senjata maupun cara
diplomasi. Namun, upaya-upaya tersebut belum membuahkan hasil
kemerdekaan bagi bangsa Palestina. Di bawah pendudukan Israel, bangsa
Palestina terus-menerus mengalami penderitaan. Mereka banyak mengalami
kesulitan hidup. Tidak sedikit korban berjatuhan. Anak-anak banyak terlantar
kehilangan orang tuanya. Kondisi mereka sangat buruk, akibat kebijakan
pemerintah Israel yang sangat mengekang dan menekan mereka.66
Sekarang, pertanyaanya adalah salahkan apabila rakyat Palestina
bereaksi untuk melawan dan menentang Israel? Bagaimana perlawanan rakyat
Palestina jika dilihat dari kacamata agama ‖Islam‖, apakah dapat dimasukkan
dalam kategori ‖jihad‖? Siapa yang sebenarnya layak menyandang gelar
terorisme, rakyat Palestina atau Israel? Untuk melihat hal ini, pernyataan Azra
tampaknya perlu digarisbawahi, bahwa harus diakui, terdapat individu dan
kelompok-kelompok muslim yang melakukan kekerasan politik, yang
mengandung sejumlah elemen justifikasi moral. Misalnya, tindakan kekerasan
politik yang dilakukan para pejuang dan kelompok-kelompok Palestina
melawan terorisme (state terorism) yang dilakukan negara Zionis Israel adalah
memiliki justifikasi moral dari ketertindasan yang mereka derita dalam waktu
yang panjang. Dengan demikian, Zionis Israel, dapat disebut terorisme dalam kasus dengan Palestina, yang didukung hampir tanpa reserve
oleh Amerika Serikat dan banyak negara Barat lainnya.67
Jika dilihat, imperialisme yang dilakuakan Israel terhadap rakyat
Palestina, sebenarnya adalah bentuk teroris yang jauh lebih mengerikan.
Dalam hal ini, imperiaslis yang dilakukan mereka telah melahirkan
ketidakadilan, kemiskinan, menindas harkat kemanusiaan, serta menimbulkan
penderitaan yang panjang. Demikian pula, sejarah pun belum pernah
mencatat, bahwa yang namanya imperialis telah menciptakan kemakmuran,
kesejahteraan, dan kedamaian bagi umat manusia. Imperialis tak lain adalah
wujud teror nomor wahid yang juga harus dikritisi dan diperangi.68 Di sisi
lain, secara psikologis sebagai legitimasi perlawanan rakyat Palestina perlu
diketahui, bahwa motivasi melakukan aksi bunuh diri yang dilakukan mereka
adalah bentuk balas dendam atas penghinaan dan pelecehan terhadap dirinya
atau keluarganya, atau juga rasa putus asa dalam hidupnya akibat tindakan
kebebasan yang membuat tidak bisa mengenyam pendidikan dan meraih
pekerjaan serta terus dibayangi kekejaman pendudukan Israel.69
Demikian pula dalam perjalanan selanjutnya, sejumlah pengkhianatan
Yahudi Israel telah tercatat dalam lembaran sejarah Palestina. Misalnya, dalam
situasi terakhir tahun 1999 ini, Yahudi kembali berkhianat dengan
membatalkan Perjanjian Oslo, 14 Mei 1999. Dalam Perjanjian itu telah
disepakati bahwa Palestina akan diberikan kemerdekaannya pada tanggal 4
Mei 1999, tetapi kenyataannya Israel kemudian menolak pendeklarasiannya
dengan dalih Israel akan menghadapi pemilu. Arafat telah ditekan oleh Israel
untuk menunda deklarasi Palestina merdeka. Selain itu, masih banyak bentuk
pengkhianatan Israel terhadap Palestina. Diantaranya adalah pengkhianatan
terhadap Perjanjian Wye River, Perjanjian Camp David, dan lainnya.70 Perlawanan rakyat Palestina dalam kacamata Islam tentu saja bagian
dari ‖jihad‖ yang dilakuakan dengan peperangan. Jihad yang semacam ini
mendapat legitimasi atau pembenaran menurut Islam manakala kaum Muslim
atau negeri mereka diserang oleh orang-orang atau negara kafir. Contohnya
adalah dalam kasus Afganistan dan Irak yang diserang dan diduduki AS
sampai sekarang, juga dalam kasus Palestina yang dijajah Israel. Inilah yang
disebut dengan jihad defensif (difā'ī). Dalam kondisi seperti ini, Allah SWT
telah mewajibkan kaum Muslim untuk membalas tindakan penyerang dan
mengusirnya dari tanah kaum Muslim: Perangilah di jalan Allah orang-orang
yang memerangi kalian, tetapi janganlah kalian melampaui batas, karena
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS
al-Baqarah [2]: 190).
jangan lupa di share:)
Perlawanan Palestina Atas Israel “Jihad atau Terorisme”
Diposting oleh
Unknown
on Selasa, 07 Februari 2017
0 komentar:
Posting Komentar